Selasa, 08 Februari 2011

Memaafkan Kesalahan Teman



Share

(jadilah kamu pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh) (QS. Al-A’raf: 199)


Sangat tidak pantas menjauhi saudara hanya karena satu atau dua kebiasaan buruk yang tidak bisa diterima, sementara selebihnya baik. Dalam konteks ini, satu atau dua kesalahan masih dapat dimaafkan, dan kesempurnaan adalah tingkatan yang sangat sulit dicapai. Al-Kindi, seorang filosof muslim terkenal, pernah mengatakan, “ bagaimana bisa anda mengharapkan satu moralitas tertentu dari teman anda, sementara ia terdiri dari empat tabiat jiwa saja yang merupakan bagian paling dekat dengan (setiap) manusia dan merupakan pusat kendali untuk memilih dan berkehendak, tidak bisa memberikan kendalinya itu kepada orang yang memilikinya untuk melakukan  semua kehendak. Tidak bisa pula mengiyakan semua yang diharuskannya, apalagi dengan jiwa orang lain?”

(Demikian keadaanmu dulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu) (QS. An-Nisa : 94)

(Maka, janganlah kamu mengatakan dirimu suci, dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa) (QS. An-Najm : 32)

Cukuplah untuk menerima bagian terbesar dari tabiat saudara anda, Abud-Darda’ r.a. mengatakan, “ Mencela teman itu lebih baik daripada harus kehilangan dirinya. Siapa orangnya yang bisa mendapatkan segalanya pada diri saudaranya?” perkataan Abud-Darda’ ini kemudian memberi inspirasi para penyair untuk meramu bait-bait syair dengan makna yang sama. Diantaranya ada Abul ‘Atahiyah :
Saudaraku, siapa yang bisa mendapatkan segalanya dari saudara kalian, siapa?
Sisakan sedikit dari dirimu  agar engkau tidak bosan kepada yang tak kau beri.

Kemudian ada Abu Tamam ath-Tha’i:
Orang yang punya akal sama tidak akan menipu rekannya.
Yakni orang yang memiliki segalanya dari saudaranya,

Seorang bijak bestari pernah berkata, “Adanya tuntutan terhadap keadilan adalah karena jarangnya keadilan.”

Yang lain mengatakan , “Kita saja tidak bisa  menerima diri kita sendiri, lalu bagaimana bisa kita menerima orang lain.”

“Janganlah hanya karena satu aib tersembunyi atau dosa kecil yang sebenarnya bisa ditutupi oleh kebaikannya yang lebih banyak, Anda menjadi jauh dari seseorang yang pernah anda puji latar belakangnya, yang pernah anda terima kehidupannya, yang pernah anda ketahui kemampuan berpikirnya. Karena anda tidak akan mendapatkan seorangpun yang sopan tanpa satu aib atau dosa. Coba posisikan diri anda dalam posisinya, tidakkah anda terpaksa harus melihatnya dengan ‘ainur ridha’ dan tidak menilainya dengan kaca mata hawa nafsu. Ketika anda menempatkan diri dalam posisi dan menilainya, maka akan ada sesuatu yang bisa membantu mendapatkan apa yang anda inginkan. Anda juga dapat mendekatkan diri kepada orang yang melakukan dosa itu.”

Seorang penyair mengatakan,
siapa orang yang bisa engkau terima semua sikap hidupnya?
Cukuplah seseorang itu dikatakan mulia bila aibnya bisa dihitung.

An-Nabighah adz-Dzubyani mengatakan,
tak pernah kau tinggalkan orang yang tidak pernah kau cela karena rambutnya kusut.
Memangnya ada orang yang bersopan santun dengan sempurna?

Isi dari syair ini tentu saja tidak bertentangan dengan apa yang saya gambarkan tentang bagaimana seharusnya memilih teman, dan bagaimana seharusnya memilih empat sifat yang ada dalam diri seorang teman. Kekurangannya bisa dimaafkan. Dengan demikian, ada kekurangan pada diri dia membuat anda menjauhi dan berburuk sangka kepadanya. Padahal, anda tidak melihat sendiri dia melakukan penyimpangan dan kemungkaran itu. Hendaklah semua kekurangan itu dialihkan ke dalam jiwa yang lapang dan hati yang damai. Sebab, orang terkadang lalai untuk memperhatikan jiwanya, bagian paling dekat dengan dirinya itu. Dan itu bukan berarti memusuhi dan bosan kepadanya. Dikatakan dalam butir-butir hikmah: jangan rusak hubunganmu dengan seorang teman oleh prasangka buruk, padahal sebelumnya engkau yakin benar akan kebaikannya.

Pesan Ja’far ibn Muhammad kepada anaknya, “Wahai anakku, siapa diantara teman-temanmu yang marah kepadamu sebanyak tiga kali, dan yang dikatakannya adalah kebenaran, maka jadikanlah ia teman.”
Al-Hasan ibn Wahab pernah berkata, “Di antara hak-hak mencintai adalah memberi maaf terhadap kesalahan teman, dan menutup mata atas kekurangannya. Itu pun jika ada.”

Diriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib r.a tentang firman Allah :
(maka maafkanlah (mereka ) dengan cara yang baik)                      (QS. Al-Hijr:85)

Menurut Ali, maksud dari ayat diatas adalah ridha dengan tanpa mencela.
Ibn Rumi pernah berkata,
mereka adalah manusia dan dunia yang tak mungkin lepas dari kotoran, yang membosankan mata atau mengotori minuman
Tidak adil jika engkau menginginkan orang yang sangat sempurna, sementara engkau sendiri tidak sempurna.”
Seorang penyair lain mengatakan,
“hubungan kita abadi bersama guliran hari-hari
Perpisahan kita hanyalah hujan di musim semi
Hujan itu menakutkanmu,
Namun kau lihat sebab-sebabnya akan segera berlalu,
Berlindunglah kepada Allah jika kau menjumpai kemarahan,
Itu tak lain adalah cumbuan orang yang ditaati atas orang yang menaati

(Seandainya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya) (QS. An-Nuur:21)

Kau inginkan orang yang bersih yang tak ada aib di dalamnya, apakah ada kayu yang wangi semerbak tanpa mengeluarkan asap?

(Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang-orang yang bertakwa.) (QS. An-Najm :32)

0 Comments:

 

blogger templates 3 columns | Make Money Online